Senandung Cahaya di Balik Jendela Usang

nerdsprod.com – Di sebuah kota kecil yang nyaris terlupakan oleh keramaian, aku duduk menatap jendela usang di ruang belakang rumah nenekku. Jendela itu—berbingkai kayu yang mulai lapuk dan cat mengelupas—menjadi saksi bisu tiap pagi di mana matahari perlahan menembus kabut dingin, lalu senja menutup hari dengan rona kemerahan lembut. Aku mengenang bagaimana dulu nenek selalu menyiram pot bunga kecil tepat di bawah jendela itu, sambil bernyanyi lirih lagu yang tak pernah tertulis resmi dalam buku lagu manapun. Saat itu, aroma tanah basah dan embun pagi membawa kedamaian yang kini terasa kian jarang.

Suatu malam malam angin berhembus kencang, dan jendela usang itu berdenting-denting di engsel-nya. Aku mendekat, menahan napas, dan melihat bayangan samar di balik kaca buram: siluet seseorang yang tampak menatap ke luar, padahal tidak ada orang di sana. Jantungku berdebar, namun saat aku angkat tangan untuk menyentuh kaca, bayangan itu menghilang bersama dingin yang menusuk tulang. Aku sadar itu bukan sekadar bayangan—melainkan kenangan yang belum pergi. Kenangan nenek yang sudah tiada, namun suaranya masih mengalun halus ketika pagi tiba.

Hari berikutnya, aku menata pot-pot bunga itu, mengganti tanah kering, menanam kembali benih-benih kecil yang dulu tumbuh subur. Dengan hati yang sedikit bingung namun penuh kerinduan, aku menyanyikan lagu yang nenek wariskan dalam memoriku—meskipun suaraku pecah dan suara angin menggantikan harmoninya. Ketika senja datang, jendela usang itu terbuka sedikit oleh angin, dan aku merasakan kehadiran lembut: cahaya terakhir menerobos, membelai pot bunga yang baru tumbuh, seakan memberi bisikan bahwa cinta dan kenangan tak pernah benar-benar pergi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *