nerdsprod.com – Eskayan adalah bahasa buatan (constructed auxiliary language) yang dikembangkan oleh komunitas Eskaya di provinsi Bohol, Filipina, pada awal abad ke-20. Berbeda dari banyak bahasa buatan lain, Eskayan bukan sekadar eksperimen linguistik — ia menjadi simbol identitas budaya dan alat untuk memperkuat kesadaran etnis masyarakat Eskaya.
Bahasa ini memiliki dua ciri utama yang sangat istimewa. Pertama, sistem tulisannya terdiri dari lebih dari 1.000 karakter silabik, yang secara visual meniru bagian tubuh manusia. Karakter-karakter ini dirancang khusus dan tidak terkait dengan abjad Latin atau sistem lainnya yang umum digunakan di Filipina . Kedua, kosakata Eskayan sebagian besar bersifat postiora (diciptakan setelah bahasa Cebuano lokal), dan banyak kata yang tidak ditemukan dalam bahasa manapun, menjadikannya benar-benar unik di dunia bahasa konstruksi.
Dari perspektif intelektual dan budaya, Eskayan memiliki nilai tinggi. Ia menunjukkan bagaimana komunitas lokal mampu menciptakan bahasa simbolis sebagai bentuk perlawanan budaya terhadap dominasi bahasa kolonial dan global. Meski jumlah penutur aktif hanya sekitar 550 orang, bahasa ini tetap diajarkan di beberapa sekolah budaya Eskaya, dan digunakan dalam musik, doa, serta teks-teks tradisional .
Pentingnya Eskayan juga diakui secara akademis. Para ahli bahasa mencatat bahwa inti struktur gramatikalnya berakar dari bahasa Visayan/Boholano, namun dikemas ulang dengan sistem penulisan dan kosakata unik. Ini menawarkan peluang luar biasa untuk memahami proses pembentukan bahasa, identitas kolektif, dan revitalisasi budaya melalui media linguistik.
Dari sudut pandang profesional, Eskayan memberikan pelajaran tentang bagaimana bahasa, baik alami maupun buatan, dapat menjadi alat pemersatu dan penguat identitas. Bagi para linguist, filolog, dan pembuat bahasa buatan (conlangers), Eskayan menyuguhkan studi kasus penting dalam kolaborasi antara komunitas dan kreasi sistem penulisan serta tata bahasa yang fungsional dan estetis.
Secara keseluruhan, Eskayan bukan hanya bahasa buatan; ia adalah warisan budaya hidup yang menunjukkan bahwa bahasa bisa mencakup aspek seni, spiritualitas, dan identitas dalam satu kesatuan kompleks. Inisiatif untuk melestarikannya menjadi contoh nyata sinergi antara kesadaran lokal dan studi akademis global dalam mengapresiasi ragam bahasa dunia.