Wabah Tari 1518, Fenomena Misterius yang Membuat Ratusan Orang Menari Sampai Mati

nerdsprod.com – Bayangkan sebuah kota di Eropa abad ke-16 tiba-tiba dipenuhi ratusan orang yang menari tanpa henti, siang malam, hingga kaki berdarah dan jantung berhenti. Ini bukan adegan dari film horor, melainkan fakta sejarah: Wabah Tari Strasbourg tahun 1518, atau Dancing Plague of 1518. Kejadian ini, yang terjadi di Strasbourg (saat itu bagian dari Kekaisaran Romawi Suci, kini Prancis), menjadi salah satu misteri medis paling aneh dalam sejarah manusia. Dimulai oleh seorang wanita bernama Frau Troffea pada Juli 1518, wabah ini menyebar seperti api, memengaruhi 50 hingga 400 orang selama dua bulan, dan menyebabkan puluhan kematian akibat kelelahan ekstrem. Hingga kini, para sejarawan dan ilmuwan masih berdebat tentang penyebabnya, dari histeria massal hingga keracunan jamur.

Latar Belakang: Strasbourg di Tengah Krisis

Strasbourg pada 1518 adalah kota pelabuhan yang ramai di Sungai Rhine, dengan populasi sekitar 20.000 jiwa. Namun, tahun itu adalah masa sulit: kelaparan parah akibat panen gagal, wabah penyakit seperti cacar dan sifilis merajalela, dan ketegangan sosial memuncak karena Perang Italia serta ketakutan akan Hari Kiamat. Penduduk miskin hidup dalam kondisi overcrowding, dengan makanan langka dan penyakit menular yang membuat kematian menjadi hal biasa. Dalam konteks ini, wabah tari bukanlah yang pertama—serupa terjadi di Eropa sejak abad ke-14, seperti di Aachen tahun 1374, di mana ratusan orang menari hingga pingsan. Strasbourg 1518 adalah yang paling terdokumentasi, berkat catatan dokter, pendeta, dan dewan kota.

Kronologi Kejadian: Dari Satu Wanita ke Kekacauan Massal

Semuanya dimulai pada 14 Juli 1518, ketika Frau Troffea, seorang wanita berusia sekitar 30-an, keluar dari rumahnya di gang sempit dan mulai menari. Ia tidak berhenti meski kakinya berdarah, dan dalam seminggu, 34 orang bergabung dengannya. Pada akhir Juli, jumlahnya mencapai 100, dan akhir Agustus, hingga 400 orang—sebagian besar wanita miskin—menari di alun-alun kota, berteriak minta tolong tapi tak bisa berhenti. Mereka menari tanpa senang, dengan gerakan kaku seperti boneka, sering jatuh kejang atau pingsan. Wabah berlangsung hingga September, berakhir secara misterius seperti awalnya.

Catatan sejarah, seperti dari dokter Sebastian Brant, menggambarkan: “Mereka menari siang malam tanpa henti, hingga mati karena kelelahan.” Estimasi korban jiwa bervariasi: 50-400 orang meninggal karena serangan jantung, stroke, atau dehidrasi.

Respons Masyarakat: Malah Menari Lebih Banyak?

Otoritas Strasbourg bingung. Awalnya, pendeta menganggap ini kutukan St. Vitus (santo pelindung penari), dan dewan kota setuju dengan dokter bahwa ini “penyakit darah panas” menurut teori humoral (keseimbangan empat cairan tubuh). Respons aneh: Mereka bangun panggung dan sewa musisi untuk “menari keluar penyakitnya”—malah memperburuk, karena penari semakin banyak! Kemudian, korban dipindah ke gunung suci St. Vitus untuk doa dan perawatan, tapi banyak yang mati di jalan. Akhirnya, wabah mereda dengan isolasi dan perawatan medis dasar seperti pendarahan.

Teori Penyebab: Histeria, Racun, atau Kutukan?

Hingga 2025, tidak ada konsensus, tapi teori utama adalah:

Teori Penjelasan Singkat Dukungan & Kritik
Histeria Massal (Stress-Induced Psychogenic Illness) Dipicu stres ekstrem dari kelaparan, penyakit, dan ketakutan agama, menyebabkan gejala kolektif seperti halusinasi dan gerakan tak terkendali. Teori paling diterima (John Waller, 2008). Kritik: Tidak jelaskan kenapa hanya sebagian penduduk terdampak.
Keracunan Ergot Jamur ergot di gandum rye menyebabkan konvulsi dan halusinasi (seperti LSD). Populer, tapi kritik: Ergot lebih sebabkan kejang daripada tarian nonstop, dan Strasbourg saat itu panas kering (tidak ideal untuk ergot).
Kutukan Ilahi atau St. Vitus’ Dance Hukuman Tuhan atau kutukan santo, terkait dosa atau wabah. Pandangan kontemporer; kini dianggap mitos, tapi jelaskan respons religius.
Ritual Agama atau Protest Tarian sebagai bentuk pemberontakan sosial atau ritual kultus. Tidak didukung bukti kuat; penari tampak menderita, bukan sukarela.
Penyakit Lain (Epilepsi, Encephalitis) Gejala mirip epilepsi atau tifus. Tidak cocok untuk skala massal dan durasi panjang.

Teori histeria massal paling kuat, mirip kasus modern seperti wabah tawa di Tanzania 1962.

Dampak Budaya dan Warisan: Inspirasi Seni Modern

Wabah ini memengaruhi sastra, seperti buku John Waller A Time to Dance, A Time to Die (2008), dan film pendek Strasbourg 1518 (2020) karya Jonathan Glazer. Lagu “RATKING 1518” oleh Grim Salvo (2024) dan novel The Dance Tree karya Kiran Millwood Hargrave (2022) mengeksplorasi tema perempuan dan represi. Di Strasbourg modern, patung dan tur sejarah memperingatinya sebagai pelajaran tentang kesehatan mental.

Wabah Tari 1518 adalah pengingat mengerikan bagaimana stres ekstrem bisa memicu kegilaan kolektif, di era tanpa psikologi modern. Meski misterinya belum terpecahkan sepenuhnya, peristiwa ini menyoroti kerapuhan pikiran manusia di tengah krisis. Di 2025, dengan wabah modern seperti pandemi, kisah ini relevan: kesadaran mental adalah kunci pencegahan. Jika Anda tertarik, baca Waller untuk detail lebih dalam—atau coba “tari” di rumah, tapi jangan sampai kelelahan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *